salman al farisi mencari tuhan | NASAR-PK4LIFE

24 Sep 2012

salman al farisi mencari tuhan

Salman Al-Farisy
Kisah ini merupakan kisah seorang manusia yang mengejar kebenaran atau mencari Allah. Inilah kisah Salman Al-Farisy, seorang pemuda asal Persia (Iran) yang merantau dari negerinya untuk mencari kebenaran.
Kisah ini dibuka oleh penuturan Salman sendiri tentang dirinya:

Aku lahir di desa yang bernama Jayyan. Ayahku seorang Kepala Desa yang paling kaya dan memiliki kedudukan tinggi. Sejak aku lahir, aku adalah seorang makhluk Allah yang paling dicintai ayahku. Hari demi hari cinta ayahku kepadaku semakin bertambah. Aku senantiasa disuruh berada di dalam rumah oleh ayahku. Kala itu, keadaanku seperti gadis-gadis pingitan saja. Aku disuruh banyak berada di rumah karena ayahku khawatir terjadi sesuatu atas diriku.

Di daerah asalku, aku tekun dan taat kepada agama Majusi. Karena ketekunan dan ketaatanku itu, aku kemudian diangkat menjadi pemimpin yang mengurus soal 'api' yang akan disembah oleh kaumku. Kepadaku pula diserahkan tanggung jawab untuk menjaga agar nyala api tidak padam baik di waktu siang maupun malam.

Ayahku memiliki ladang luas yang memberikan hasil bumi yang melimpah untuk kami sekeluarga. Ayahku sendiri yang mengurusi penanaman, pemetikan, dan segala macam kegiatan yang berkaitan dengan ladang tersebut.

Pada suatu hari, ada satu persoalan yang mengganggu ayahku sewaktu hendak pergi ke ladang. Ayahku kemudian berkata kepadaku:
"Wahai Salman, anakku, sebagaimana engkau ketahui, karena ada satu persoalan, aku hari ini tidak dapat ke ladang. Gantikanlah aku kali ini, dan pergilah engkau ke ladang untuk mengurusi segala hal yang berkaitan dengannya."

Aku lalu keluar menuju ladang. Ketika sampai di tengah jalan, aku melewati salah satu gereja milik orang-orang Nasrani. Aku mendengar suara-suara mereka sepertinya sedang melakukan sembahyang. Hal itu sangat menarik perhatianku.

Selama ini aku sama sekali tidak mempunyai pengetahuan apa-apa tentang agama Nasrani ataupun agama-agama lain, karena lamanya aku 'dikurung' di dalam rumah. Setelah mendengar suara itu, aku masuk untuk melihat apa yang sedang mereka perbuat.

Setelah memperhatikan sejenak, aku tertarik kepada cara sembahyangnya dan akhirnya aku senang kepada agama itu. Kemudian aku berkata:
"Demi Allah, ini jauh lebih baik daripada agama yang aku ikuti selama ini! Dan demi Allah, aku tidak akan meninggalkan itu hingga matahari telah hampir terbenam di barat. Aku tidak akan pergi ke ladang ayahku."

Aku bertanya kepada orang-orang Nasrani itu:
"Dari mana asal agama ini?"
"Dari negeri syam!" kata mereka.

Setelah menjelang malam, aku sampai di rumah. Ayah menyambutku dan menanyakan apa yang telah kukerjakan. Aku berkata:
"Ayah, di perjalanan aku melewati orang-orang yang sembahyang di suatu gereja, aku tertarik pada apa yang kulihat, yaitu mengenai tata cara agamanya. Aku akhirnya tinggal bersama mereka hingga matahari terbenam!"

Ayahku terkejut mendengar apa yang telah kuperbuat, kemudian dia berkata:
"Wahai anakku, agama itu tidak memiliki kebaikan sama sekali. Agamamu dan agama nenek moyangmu jauh lebih baik daripada agama itu!"

Aku berkata:
"Tidak mungkin, demi Allah, sungguh agama mereka jauh lebih baik daripada agama kita!"

Ayahku menjadi sangat takut tentang apa yang telah kukatakan, dia khawatir aku murtad dari agamaku. Aku lalu dikurung di dalam rumah dan kedua kakiku dibelenggu.

Suatu ketika aku memperoleh kesempatan untuk menghubungi pimpinan agama Nasrani. Aku berkata kepada mereka:
"Bila ada rombongan yang hendak pergi ke negeri Syam dan singgah di tempat kalian, harap aku diberitahu!"

Tidak berapa lama, datanglah suatu rombongan hendak pergi ke negeri Syam. Mereka segera memberitahukan kepadaku. Aku lalu berusaha melepas belenggu dan berhasil. Dengan sembunyi-sembunyi aku keluar mengikuti mereka hingga sampai di negeri Syam.

Setelah sampai disana, aku bertanya:
"Siapa orang terbaik dari pengikut agama ini?"
Mereka pun menjawab: "Uskup (tingkatan dalam kewalian gereja) dan pemimpin gereja."

Aku lalu menemui uskup dan berkata: "Aku sangat tertarik untuk masuk agama Nasrani. Aku ingin selalu dekat denganmu, melayanimu, belajar darimu serta sembahyang bersamamu."

Uskup berkata: "Silahkan masuk!"
Aku lalu masuk dan menjadi pelayannya.

Belum lama tinggal disitu, aku mengetahui bahwa sebenarnya orang ini adalah orang yang tidak baik. Dia memerintahkan para pengikutnya untuk bersedekah dengan menjanjikan pahala. Bila para pengikutnya menyerahkan sesuatu untuk diinfakkan ke jalan Tuhan, sesuatu itu lalu disimpan untuk dirinya sendiri, dan tidak diberikan kepada kaum fakir miskin yang membutuhkan. Hingga terkumpullah hasil infak itu sebanyak tujuh gentong emas.

Aku menjadi benci sekali kepada uskup itu, karena perbuatannya. Namun tiada lama, diapun meninggal. Umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya. Dan aku lalu berkata kepada mereka:
"Sesungguhnya pemimpin kalian ini orang yang tidak baik. Dia menyuruh untuk bersedekah dan menjanjikan pahala. Bila kalian datang membawa barang untuk disedekahkan, barang itu ternyata disimpan untuk dirinya sendiri dan tidak diberikan kepada fakir miskin sedikitpun."

Mereka berkata: "Darimana engkau mengetahui hal itu?!"
"Aku akan tunjukkan kepada kalian tempat simpanannya!" kataku.
"Baiklah, tunjukkan kepada kami!" kata mereka.

Lalu kutunjukkan tempatnya kepada mereka. Merekapun mengeluarkan dari gentong-gentong itu emas dan perak. Setelah menyaksikan semua itu, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak akan mengubur dia." Jenazah uskup itupun lalu disalib dan dilempari dengan batu.

Tidak berapa lama, mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya. Aku dekati dia, dan aku belum pernah melihat seseorang didunia ini yang lebih zahid (orang yang meninggalkan kesenangan duniawi) darinya. Dia lebih mencintai akhirat serta rajin beribadah siang dan malam. Karenanya aku sangat mencintainya dan lama melayaninya. Setelah dekat ajalnya, aku bertanya kepada uskup yang saleh itu:
"Kepada siapakah engkau hendak titipkan aku, bila engkau telah tiada nanti?"
Dia berkata:
"Wahai anakku, sepanjang yang aku ketahui, hanya ada seorang saja yang pantas engkau ikuti. Dia berada di Mausil. Si Fulan itu tidak menyimpang dan tidak pesat, datanglah kesana dan ikuti dia!"

Setelah dia meninggal, aku segera pergi ke Mausil mencari orang yang dimaksudkan itu. Setelah bertemu, kuceritakan hal-ikhwalku, seraya berkata:
"Sewaktu uskup yang menyuruhku ke sini akan meninggal, dia berwasiat kepadaku agar aku datang kepadamu. Dia menceritakan bahwa engkau adalah seorang yang berpegang teguh pada kebenaran."

Orang yang kudatangi itu berkata: "Engkau tinggal saja ditempatku!"
Aku pun lalu tinggal bersamanya, dan ternyata dia seorang yang baik.

Tiada berapa lama dia pun meninggal. Sebelum meninggalnya aku sempat bertanya kepadanya:
"Pak, sebagaimana engkau ketahui, kelihatannya kehendak Tuhan telah mendekatimu. Dan engkau telah memaklumi semua keadaanku. Karenanya, kepada siapa engkau wasiatkan diriku, dan kepada siapa engkau perintahkan aku harus bergabung?!"

Dia berkata:
"Hai anakku, demi Allah, aku tidak mengenal seseorang yang keadaannya seperti kita ini, kecuali ada seorang di Nassibin. Dialah Si Fulan, bergabunglah dengan dia!"

Demikianlah kehidupanku seterusnya. Aku senantiasa berpindah-pindah kota untuk menemui seseorang yang pantas kuikuti. Setelah di Nassibin, aku ke Ammuriah. Di Ammuriah ini aku malah berhasil memiliki beberapa lembu dan kambing. Dari kota ini pula aku mendengar tentang akan datangnya Nabi baru dari orang yang kuikuti. Dia berkata:
"Hai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui lagi bahwa diantara penghuni bumi ini ada orang yang masih berpegang teguh kepada agamanya seperti kita ini... Tetapi sudah dekat masanya bahwa di tanah Arab akan bangkit seorang Nabi yang diutus membawa agama Ibrahim. Kemudian dia hijrah dari negerinya, ke suatu negeri berpohon kurma di antara dua tanah berbatu. Dia memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali, mau menerima makanan dari barang hadiah tetapi menolak barang shadaqah. Di antara kedua bahunya ada tanda kenabian. Bila engkau dapat mencapai negeri itu, kerjakanlah!"

Ajal pun merenggut orang yang kuikuti ini. Untuk sementara waktu aku masih tinggal di Ammuriah hingga datang serombongan pedagang Arab dari kabilah Kalb. Aku berkata kepada mereka:
"Bila kalian bersedia membawaku ke negeri Arab, semua lembu dan kambingku ini kuserahkan kepada kalian."
Mereka menjawab: "Baiklah, kami bawa engkau."

Lalu semua ternakku kuserahkan, dan aku dibawa bersama mereka. Hingga sampailah aku di lembah Qura (lembah antara Madinah dan Syam), tetapi mereka mengkhianati aku dengan menjualku kepada seorang Yahudi. Terpaksalah aku menjadi pelayan orang Yahudi.

Tiada berapa lama, anak paman orang Yahudi dari Bani Quraidhah datang menengok. Aku dibeli lalu dibawa ke Yatsrib. Di Yatsrib aku melihat pohon-pohon kurma seperti yang diceritakan sahabatku di Ammuriah. Aku melihat tempat itu persis seperti yang digambarkan olehnya. Aku lalu tinggal di Yatsrib.

Ketika itu Nabi masih berada di Makkah. Aku tidak pernah mendengar dia dibicarakan orang karena kesibukan pekerjaan yang dibebankan kepadaku sebagai budak.

Dalam waktu yang tidak begitu lama, Rasul hijrah ke Yatsrib (Madinah). Demi Allah, waktu itu aku sedang berada di pucuk pohon kurma mengerjakan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh majikanku. Majikanku duduk di bawah pohon dan tiba-tiba datang anak pamannya seraya berkata:
"Semoga Allah menumpas Bani Qailah (kabilah Aus dan Khazraj). Demi Allah, mereka sekarang ini berkumpul di Quba', menyambut kedatangan seorang dari Makkah hari ini, dia mengaku sebagai seorang Nabi."

Begitu aku mendengar kata-katanya, badanku serasa diserang demam, bergetar sangat keras, hingga aku khawatir jatuh menimpa majikanku. Cepat-cepat aku turun dari pohon dan bertanya kepada orang itu:
"Apa yang engkau katakan tadi?! Ulangi berita itu...!"

Majikanku sangat marah lalu menempeleng wajahku keras sekali dengan berkata: "Apa urusanmu dengan ini?! Kembali engkau ke atas, selesaikan pekerjaanmu!"

Setelah sore hari, aku mengambil sekadar kurma yang telah kukumpulkan, lalu pergi menuju tempat Rasul singgah. Aku masuk lalu berkata:
"Aku telah mendengar bahwa engkau seorang yang saleh. Engkau membawa serta sahabat-sahabat yang asing di sini dan tidak mempunyai apa-apa. Aku mempunyai sesuatu yang aku sediakan untuk shadaqah. Aku berpendapat bahwa kalian lebih berhak untuk menerima ini daripada orang lain."

Lalu aku dekatkan kurma itu kepadanya. Beliau lalu berkata kepada para sahabatnya:
"Makanlah kalian," sedang dia sendiri menahan tangannya tidak mau makan.

Aku berkata dalam diriku sendiri: "Ini ciri pertama."

Aku lalu pulang dan mulai mengumpulkan kurma lagi. Setelah Rasul pindah dari Quba' ke Madinah, aku datang lagi dan berkata kepadanya:
"Aku melihat engkau tidak mau makan barang shadaqah, adapun ini suatu hadiah aku ...persembahkan kepadamu."

Beliau lalu makan dan para sahabatnya diajak makan bersama.
Aku berkata dalam diriku: "Ini ciri kedua."

Aku menemui Rasulullah lagi ketika beliau berada di Baqi' Al-Gharqad (suatu tempat di Madinah, yang kemudian dijadikan pekuburan). Waktu itu beliau sedang mengucurkan salah seorang sahabatnya. Aku melihat beliau duduk memakai dua potong baju longgar. Aku memberi salam kepadanya, lalu aku berputar ingin memperhatikan punggungnya dengan harapan dapat melihat cap kenabian yang diceritakan oleh orang yang kuikuti waktu di Ammuriah.

Ketika Nabi melihat aku memperhatikan punggungnya, beliau mengerti maksudku, lalu beliau membuka bajunya dari punggungnya. Aku perhatikan dan melihat tanda itu, setelah yakin aku segera jongkok menciuminya sambil menangis. Rasulullah saw bertanya:
"Mengapa kau menangis dan apa sebenarnya yang terjadi dengan dirimu?"

Lalu aku kisahkan ceritaku. Beliau terharu, dan beliau ingin agar para sahabatnya mendengar kisah ini dari aku sendiri. Lalu aku kisahkan kepada mereka, mereka pun sangat tertarik dan sangat gembira.

***

Semoga keselamatan mengiringi Salman Al-Farisy, sejak ia meniti mencari kebenaran di segala tempat. Dan keselamatan mengiringi Salman Al-Farisy, sejak ia menemukan kebenaran lalu percaya dengan keimanan yang sangat kuat.
Dan keselamatan baginya pada saat ia meninggal dan pada saat ia dihidupkan kembali di hari kebangkitan.


Dari buku Kisah Sahabat Nabi, Salman Al-Farisi dan Abu Dzar Al-Ghifari oleh Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar