Cinta bukan barang murahan. Cinta bukan sebuah aib yang mesti
ditutupi. Namun, cinta adalah cinta. Terlalu sulit untuk dijabarkan apa
maknanya. Sebab cinta itu di hati. Orang yang baik ialah orang yang
memiliki rasa cinta. Tetapi apakah demikian menjadi barometer kebaikan
seseorang? Tentu tidak jawabannya. Di sana banyak orang bercinta,
percintaan yang ‘abadi’ kata mereka, bercinta dengan cintanya yang
sangat, saling mencinta terhadap sang pautan kalbu dengan cintanya yang
sangat, bercinta hingga mereka rela mengadu nasib sampai ke rantauan
pulau jauhnya yang mereka rela demi satu maksud yakni cinta.
Kalau boleh kita ibaratkan cinta itu bagai sebuah kapal yang berlayar
di samudera luas. Apabila nahkodanya baik maka insyaAllah kapal akan
sampai kepada tujuan yang dikehendaki, namun apabila sebaliknya yakni
nahkodanya buruk maka kapal itu akan tersesat tak sampai ke tempat.
Demikian juga dengan cinta. Engkaulah sang nahkoda cinta. Apabila engkau
kendalikan cintamu kepada hal-hal yang baik insya Allah engkau akan
selamat dari gelombang badai fitnah yang susul menyusul.
Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baik penciptaan. Dialah Allah yang telah menanugerahkan kita
fitrah, yakni fitrah cinta. Kita diberi rasa cinta oleh Allah. Sekarang
tinggal bagaimana melaksanakan dan menjaga fitrah tersebut agar tetap
berjalan di atas fitrah yang lurus.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah
atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”(QS.ArRum:30).
Tak dapat dipungkiri bahwasanya kini zaman semakin jauh dari masa
kenabian, oleh karena itu pastilah orang-orang yang lurus di atas agama
Allah hanya sedikit saja. Orang yang baik hanya sedikit saja dan islam
akan kembali asing sebagaimana asingnya islam pada permulaan. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dalam haditsnya yang mulia
tatkala menyifati orang-orang yang asing (al-ghurobaa),
“Orang-orang yang shaleh di tengah-tengah orang-orang yang rusak,
yang menentang mereka lebih banyak daripada yang menaati mereka”
(HR.Ahmad. Shahih sebagaimana penjelasan Syaikh Salim bin ‘Ied Al hilaly
dalam kitab Limaadzaa ikhtartu Manhaj Salaf hal.54)
Sebagai hamba Allah yang beriman cinta itu dilabuhkan hanya untuk dan
karena Allah saja dengan sebenar-benar cinta. Dengan demikian, jadilah
kita orang-orang yang beruntung. Orang musyrikin penyembah berhala
mengaku cinta kepada Allah, karena kaum musyrikin meyakini Allah itu ada
dan meyakini pula Allah itu sebagai pencipta, pemberi rizki, yang
menurunkan hujan dari langit, yang maha menghidupkan dan mematikan,
mereka yakin terhadap rububiyyah Allah yang memang seluruh manusia telah
mengikrarkan keesaan-Nya. Sayang, di samping mereka mencintai Allah
mereka juga mencintai sesembahan-sesembahan mereka bahkan mereka
mencintainya lebih dari cintanya kepada Allah. Allah berfirman: “Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah…”(QS.Al baqarah 165). Dan yang dimaksud dengan orang yang zalim di
sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
Tatkala seseorang mencintai selain Allah lebih daripada kecintaannya
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah terjerumus ke dalam syirik
akbar, syirik yang membatalkan keislaman seseorang, ini dinamakan
syirkul mahabbah, berhati-hatilah darinya! na’udzubillah wa nasalullaha
al’afiyah was salaamah..
Lantas bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang yang memang
kita cintai seperti halnya ibu cinta anaknya atau suami cinta istrinya?
Bukankah Nabi yang mulia bersabda, “Tidaklah kalian akan masuk surga
sampai kalian beriman dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling
mencintai…” (HR Muslim no 54, Abu Dawud 5193, dan Tirmidzi 2689). Kita
jawab betul. Namun hal tersebut perlu dirinci lebih detil lagi dan tak
sesimpel ini. Kita lihat siapa yang kita cintai, karena apa kita cintai,
dan cinta apa yang kita maksudkan? Kalau yang kita cintai ialah sahabat
kita sesama muslim, kita mencintainya karena Allah dan kita
mencintainya atas dasar iman dan taqwa maka sungguh ini merupakan nikmat
yang agung dari Allah Ta’ala dan bukan termasuk kesyirikan sebab
persahabatan dengan saudara seiman adalah suatu bentuk ibadah kepada
Allah, suatu amalan yang dicintai oleh Allah maka hendaknya ia ikhlas
tatkala bersahabat dengan saudaranya “Lalu menjadilah kalian karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di
tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kalian darinya” (QS Ali
‘Imron 103). Tapi ingat, apakah cinta tersebut mutlak diberikan kepada
sahabat kita sesama muslim? Jawabannya ternyata tidak. Karena mereka
juga manusia seperti kita yang pasti punya dosa dan khilaf.
Memeperlakukan mereka juga harus adil, kita tempatkan keloyalan kita
karena keimanan mereka terhadap Allah dan kita tempatkan benci kita
kepada mereka atas dosa-dosa mereka. Itulah sahabat sejati. Jika
persaudaraan dan persahabatan dilandasi karena Allah maka persahabatan
tersebut akan langgeng. Tapi jika persahabatan terbangun karena
kepentingan duniawi maka kecintaan dan persahabatan tersebut akan pudar
dan sirna.
Tak selamanya cinta itu baik dan membahagiakan pemiliknya. Suatu
ketika hiduplah seorang shaleh yang ia senantiasa pergi ke masjid untuk
shalat berjamaah. Saat ia hendak mengumandangkan adzan dari atas menara,
ia menoleh ke arah bawah kepada seorang wanita nasrani yang jelita
sehingga terfitnahlah ia. Ia tak jadi adzan lantas menemui wanita tadi
dan menyatakan cintanya. Ia menginginkan wanita tersebut untuk ia
nikahi. Namun wanita itu mengatakan, “kamu muslim saya nasrani..”. maka
ia menjadi sedih. Cintanya yang sudah membara tak dapat dipadamkan,
akhirnya ia masuk nasrani saat itu juga dengan rela. Belum lama dari
itu, ia naik ke loteng rumah kemudian terjatuh. Seketika itu matilah ia
di atas agama nasrani. Dulu ia shaleh, namun apa akhirnya? Sungguh,
merugilah ia dengan dua kerugian. Kalau sudah begini, mutlakkah cinta
kita katakan sebagai barang suci?
Saya mohon kepada Allah agar menjadikan kita seluruhnya orang-orang
yang saling mencintai karena Allah yang Allah berkata kepada mereka:
“Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku maka pada hari
ini Aku naungi mereka dibawah naunganKu di hari yang tidak ada naungan
kecuali naunganKu”( HR Muslim no 2566, dari hadits Abu Hurairah, kitabul
Adab, bab Fadlul hubbi fillah)
Dan aku mohon kepada Allah agar menjadikan aku dan kalian termasuk
orang-orang yang saling tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan
ketaqwaan, termasuk orang-orang yang saling nasehat-menasehati untuk hal
itu dan orang-orang yang berkorban demi kebaikan yang membukakan
pintu-pintu kebaikan dan yang menutup pintu-pintu kejelekan dan
menjadikan kita termasuk orang-oang yang mencari wajah Allah dengan
amalan mereka, dan mengaruniakan kepada itu semua. Sesungguhnya tidak
ada daya dan upaya kecuali dengan idzin-Nya. Kita mohon kepada Allah
agar mengampuni kita dan kedua orang tua kita dan mengampuni
saudara-saudara kita yang telah mendahului kita dengan keimanan dan juga
mengampuni saudara-saudara kita kaum muslimin secara umum dan semoga
Allah memberi petunjuk kepada kita menuju apa yang diridhoinya dan
shalawat dan salam dan barokah semoga tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad.
24 Sep 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar