"LAWAN KOMPRADOR ASING, BOIKOT THE WALT DISNEY" | NASAR-PK4LIFE

1 Nov 2012

"LAWAN KOMPRADOR ASING, BOIKOT THE WALT DISNEY"

JAKARTA (ZIONIS GO TO HELL): Anggota Komisi III F-PKS Indra mendukung aksi masyarakat memboikot produk The Walt Disney Company milik orang Yahudi. Ia juga mendesak pemerintah saatnya menindak tegas LSM asing seperti RAN dan Greenpeace  yang selama ini kerap melakukan intervensi dan kampanye negatif terhadap produk Indonesia.

“Seruan boikot terhadap produk Walt Disney dan produk zionis Yahudi lainnya perlu dilakukan untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Indonesia negara berdaulat,’’ ujar Indra kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/10/2012), menanggapi seruan boikot LSM internasional Rainforest Action Network (RAN) dan penolakan Walt Disney terhadap produk hutan Indonesia.
The Walt Disney Company adalah perusahaan raksasa milik Walter Elias Disney, orang Yahudi yang bermukim di AS.
Sebelumnya, seruan boikot Yahudi pernah dilontarkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada masyarakat internasional agar tidak membeli produk yang dihasilkan di wilayah penjajahan (pendudukan) Israel (Yahudi). Pada  pertemuan negara Islam di Makkah beberapa waktu lalu, Marty juga meminta negara Timur Tengah mengkaji ulang hubungan diplomatiknya dengan Zionis Israel.
Melanjutkan pembicaraannya, Indra mengatakan, selain memboikot produk Yahudi, upaya lain melawan komprador asing yang berkedok LSM adalah lewat UU Ormas. Soalnya, dalam RUU Ormas dapat dipertegas bentuk LSM asing yang bertindak layaknya ‘mata-mata asing’ dengan berbadan hukum yayasan atau perhimpunan.

Indra khawatir, LSM RAN yang masih beroperasi di luar negeri saja, sangat berani memfitnah Indonesia. Jika tidak diantisipasi, LSM RAN dan kroni-kroninya, seperti Greenpeace akan semakin mudah mengobok-obok Indonesia.
Untuk mencegah hal itu perlu sikap tegas  pemerintah. Tidak lemah seperti yang ditunjukkan saat rapat RUU Ormas. “Berkali-kali rapat RUU Ormas, masih sering menemui deadlock terutama saat mendefinisikan apa itu ormas asing,” tukas anggota Pansus RUU Ormas ini.
Menurut Indra, definisi ormas asing dari pemerintah adalah LSM berbadan hukum asing yang beroperasi di Indonesia. DPR menilai, definisi tersebut terlalu longgar.
“Kalau definisi pemerintah kan terlalu liberal. Padahal, kita sudah jebol di UU Yayasan, karena orang asing bisa mendirikan yayasan di Indonesia, juga orang asing bersama-sama Indonesia bisa mendirikan yayasan di Indonesia. Ini sangat liberal. Saya yakin, pasal di UU Yayasan itu adalah pasal selundupan DPR periode dulu,” papar dia.
Dikemukakan Indra, salah satu LSM asing produk UU Yayasan di Indonesia adalah Greenpeace. Oleh berbagai kalangan, LSM yang bermarkas di Belanda itu dituding sering memojokkan Indonesia di panggung dunia. Modusnya mirip LSM RAN yakni merilis data palsu tentang lingkungan Indonesia. Akibatnya, produk kehutanan Indonesia ditolak di berbagai negara dengan alasan tidak ramah lingkungan.
“Karenanya, Greenpeace itu harus dilihat secara utuh. Jangan hanya ketika mereka mengadvokasi yang terkesan heroik. Lihat juga konstalasi nasional yang berjalan, kayu, sawit, dan produk kehutanan sering diboikot. Dari situ bisa dinilai,” tukas dia.
Politisi Hanura Akbar Faisal juga sependapat dengan Indra. Ia menyebut kelemahan pemerintah karena membiarkan asing mengobok-obok kedaulatan negara. “Butuh pemimpin berkarakter kuat untuk melawan itu,” ujar Akbar kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/10/2012).
Politisi PDIP TB Hasanuddin juga berpendapat sama. Menurut dia, ketidaktegasan pemerintah karena tidak ada kesamaan persepsi menghadapi LSM asing. Padahal, motif di balik serangan LSM asing itu sudah sangat jelas. “Ini kan murni soal persaingan dagang,” timpal dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Seperti diketahui, maraknya LSM asing di Indonesia mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Mereka meminta keberadaan LSM asing ini diatur lewat RUU Ormas.
Pihak Kemendagri dan Kemenlu  sendiri menyatakan lebih dari 150 LSM asing beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya tidak terdaftar dan 15 lainnya bermasalah, termasuk Greenpeace yang dituding sering melakukan kampanye negatif terhadap produk-produk Indonesia. (tribunnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar